Nama : Nessa Laynora Suci
Kelas : 2EB21
NPM : 25211136
Pengertian
Konsumen
Konsumen adalah seseorang yang membeli barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Asas
dan Tujuan
A.
Asas
Pasal 2 UU perlindungan konsumen asas-asas dibagi
menjadi antara lain sebagai berikut :
a.
Asas manfaat
Asas
ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak
ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua
belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
b.
Asas keadilan
Penerapan
asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan
pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara
seimbang.
c.
Asas keseimbangan
Melalui
penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta
pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih
dilindungi.
d.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan
penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
e.
Asas kepastian hukum
Dimaksudkan
agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian
hukum
B.
Tujuan
Pasal
3 UU perlindungan konsumen menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen
adalah antara lain sebagai berikut :
a.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri
b.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen
dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
c.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
d.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen
yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi
e.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
f.
Meningkatkan kualitas barang dan/atau
jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Hak
dan Kewajiban Konsumen
Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, telah mengatur tentang hak dan
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
1.
Hak Konsumen
a. Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa
b. Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c. Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa
d. Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
e. Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut
f.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen
g. Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
2.
Kewajiban konsumen
a. membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
b. beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
c. membayar
dengan nilai tukar yang disepakati
d. mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak
dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 6 dan
7 undang-undang no 8 tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai
berikut :
1. hak
pelaku usaha
a. hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa
konsumen.
d. Hak
untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. kewajiban
pelaku usaha
a. bertikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Melakukan informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ;
pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan
d. Menjamin
mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
e. Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan garansi .
f. Memberi
kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi
kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perbuataan
yang dilarang bagi pelaku usaha
Dalam
pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur
perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau
memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan
secara obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .
1. larangan dalam
memproduksi / memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang
memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
a.
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
b.
tidak sesuai dengan berat isi bersih
atau neto
c.
tidak sesuai dengan ukuran , takaran,
timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d.
tidak sesuai denga kondisi, jaminan,
keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang
atau jasa tersebut
e.
tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label
f.
tidak mengikuti ketentuan berproduksi
secara halal
g.
tidak memasang label atau membuat
penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto
2. larangan dalam
menawarkan / memproduksi
pelaku usaha dilarang
menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau
seolah-olah :
a.
barang tersebut telah memenuhi atau
memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu.
b.
Barang tersebut dalam keadaan baik/baru
c.
Barang atau jasa tersebut telah mendapat
atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu
d.
Dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan, atau afiliasi
e.
Barang atau jasa tersebut tersedia.
f.
Tidak mengandung cacat tersembunyi.
g.
Kelengkapan dari barang tertentu.
h.
Berasal dari daerah tertentu.
i.
Menggunakan kata-kata yang berlebihan
seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan tanpa keterangan yang
lengkap.
j.
Menawarkan sesuatu yang mengandung janji
yang belum pasti.
3. larangan dalam
penjualan secara obral / lelang
Pelaku usaha dalam
penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui /
menyesatkan konsumen, antara lain :
a.
menyatakan barang atau jasa tersebut
seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
b.
Tidak mengandung cacat tersembunyi.
c.
Tidak berniat untuk menjual barang yang
ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
d.
Tidak menyedian barang dalam jumlah
tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
4. larangan dalam
periklanan
Pelaku usaha periklanan
dilarang memproduksi iklan , misalnya :
a.
mengelabui konsumen mengenai kualitas,
kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan
waktu penerimaan barang jasa
b.
Mengelabui jaminan / garansi terhadap
barang atau jasa.
c.
Memuat informasi yang keliru, salah atau
tidak tepat mengenai barang atau jasa.
d.
Tidak memuat informasi mengenai risiko
pemakaian barang atau jasa.
e.
Mengeksploitasi kejadian atau seseorang
tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
f.
Melanggar etika atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan.
Klausula
Baku dalam Perjanjaan
Klausula
Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam
kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual
beli tidak boleh merugikan konsumen.
Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku
usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan
sebagai berikut :
a.
Pengalihan tanggungjawab dari pelaku
usaha kepada konsumen
b.
Pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen
c.
Pelaku usaha berhak menolak penyerahan
uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen
d.
Pemberian kuasa dari konsumen kepada
pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran
e.
Mengatur perihal pembuktian atas
hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen
f.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk
mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi
obyek jual beli jasa;
Tanggung
Jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku
usaha diatur dalam pasal 19 sampai pasal 28 diatur dalam undang-undang yang
berbunyi sebagai berikut antara lain :
Pasal 19
(1)
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan
(2)
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi
(4)
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan
bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan
oleh iklan tersebut
Pasal 21
(1)
Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen
luar negeri
(2)
Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan
jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa
asing
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada
tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian
Pasal 23
Pelaku usaha yang
menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi
atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa
konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen
Pasal 24
(1) Pelaku
usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila
a. pelaku usaha lain menjual kepada
konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut
b.pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli
tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh
pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi
(2)
Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain
yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan
melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut
Pasal 25
(1)
Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam
batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang
dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai
dengan yang diperjanjikan
(2)
Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan
ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut
a.
tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
perbaikan
b.
tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang
memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati
dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang
memproduksi barang dibebaskan dan tanggung jawab atas kerugian yang diderita
konsumen, apabila
a.
barang tersebut terbukti seharusnya tidak
diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan
b.
b. cacat barang timbul pada kemudian
hari
c.
cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan
mengenai kualifikasi barang;
d.
d. kelalaian yang diakibatkan oleh
konsumen
e.
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4
(empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada
tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha.
Sanksi
Sanksi Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai
berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap :
pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai
dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran,
komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang
barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat,
atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2)
Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku
usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen
dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha
yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu
yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang
tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari
ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh
para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan
oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha
untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota
pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering
ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak
dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain
bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula
tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU
no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi
seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”
automatis batal demi hukum.
Namun
dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula
tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping
pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah
tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal
harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut
jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana
pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara
dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam
kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau
pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu
banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU
Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah
perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau
lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59
ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap
dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian.
Referensi
: